Bisnis.com, BADUNG — Belanja keuangan publik, pengelolaan kas, akuntansi, dan digitalisasi menjadi empat pokok bahasan selama Keketuaan Indonesia dalam Asean Treasury Forum alias forum perbendaharaan negara-negara Asean 2024. Gelaran ATF 2024 dilaksanakan di Badung, Bali pada 3—4 Oktober.
Hari pertama menjadi ajang peresmian ATF sekaligus forum perdana antara kementerian/lembaga di Asean yang khusus mendiskusikan ihwal perbendaharaan negara. "[Melalui ajang ini] harapannya ke depan kita punya suatu standar yang relatif sama antara negara-negara di Asean dan ini akan berkaitan erat dengan bagaimana kita melakukan operasi treasury [perbendaharaan] di negara masing-masing," jelas Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti di sela acara (3/10/2024).
Astera menjelaskan, forum pertama ini fokus melakukan pendalaman permasalahan belanja keuangan publik, pengelolaan kas, akuntansi, dan digitalisasi. Empat kelompok kerja ini akan merumuskan target-target yang harus dicapai pada 2026—2030. Kendati demikian, kelompok kerja tersebut masih akan terus melakukan pendalaman permasalahan hingga tahun depan.
"Jadi kami dalami dulu [pemasalahan] karena enggak mudah nih. Kita melihat gambar yang sangat unik dari negara yang ada di Kutub A, satunya ada di ekstrem yang lain. Nah ini tentunya memerlukan waktu juga," ujar Astera.
Lebih lanjut, dia mengaku pembahasan ATF ke depannya juga tidak akan terbatas dalam empat isu pokok. Astera memastikan ATF akan memperluas cakupan pembahasan perbendaharaan negara seperti pengelolaan utang dan sebagainya.
"Jadi sekarang kita baru bicara umum nih karena terus terang saja, enggak gampang dengan berbagai keunikan negara-negara Asean," katanya.
Baca Juga
Sebagai informasi, ATF 2024 dibuka oleh Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono di Badung Bali pada Kamis (3/10/2024). Dalam pengantarnya, Thomas meyakini era globalisasi sudah berakhir, sehingga potensi krisis pangan global semakin besar.
Thomas melihat banyak negara sudah mulai memberlakukan pembatasan terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis dengan negara lain. Akibatnya, rantai pasok, arus uang, komoditas, serta jasa antar negara terganggu.
“Era globalisasi, ketika suatu negara dapat bekerja sama dengan negara lain dengan hambatan sesedikit mungkin, sudah berakhir,” tegas Thomas ketika membuka Asean Treasury Forum di Bali, Kamis (3/10/2024).
Wakil Menteri Keuangan Sri Mulyani ini pun mengingatkan bahaya krisis pangan. Bagaimanapun, kini banyak negara yang bergantung dengan pasokan pangan dari negara lain.
“Gangguan pada rantai pasok dapat memperburuk masalah global, yang menimbulkan risiko terhadap ketahanan pangan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Thomas menekankan pentingnya penguatan kerja sama antar negara-negara Asean. Dia mengingatkan, pimpinan negara-negara Asean telah mendeklarasikan penguatan ketahanan pangan (Asean Leaders’ Declaration on Strengthening Food Security).
Dalam ini, sambungnya, perlu kolaborasi yang lebih dalam antar sektor keuangan dan pertanian negara-negara Asean. Selain itu, peningkatan produksi pangan melalui teknologi pertanian dan pengembangan varietas yang tahan terhadap perubahan iklim juga diperlukan.
“Indonesia secara khusus mendorong sistem pengelolaan cadangan pangan regional yang lebih terintegrasi untuk mengatasi keadaan darurat dan mengelola fluktuasi harga pangan secara efektif,” ungkap Thomas.